Perbincangan bersama beberapa kawan lama malam itu tiba-tiba saja nyampe pada obrolan seputar hal-hal mistis di kampung gue. Meski menyeramkan, obrolan ini lebih sering malah berakhir dengan gelak tawa karena menyadari betapa konyolnya cerita itu. Lalu entah gimana awalnya, obrolan mulai bergeser ke soal film horor. Tentang pilem2 almarhum Suzzanna, Joyce Erna, nyampe ke pilem2 horor lokal kekinian yang berujung dengan perdebatan tentang payudara siapa yang paling montok. Hingga akhirnya pertanyaan krusial itu terlontar dari salah satu temen " pilem horror lokal apa yang menurut kamu paling serem ?"
Judul 'Pengabdi Setan' langsung disebut si Wandi, lalu ada judul-judul seperti 'Keramat, 'Sundel Bolong', 'Malam satu Suro', 'Jelangkung', 'Pocong' dll silih berganti di sebut. Si Tatang malah menyebut 'Air Terjun Penganten' sebagai pilem horor lokal terbaik versinya. Gue pengen ketawa, tapi urung ketika ngeliat mimiknya yang serius. Baiklah, sori.
Tapi asli, ini bikin gue mengerutkan jidat, tentu gue setuju kalo beberapa pilem yang disebut diatas emang beneran serem ( juga menghibur ), tapi kenapa tak ada yang menyebut judul 'Beranak Dalam Kubur? ( BDK )'.
Biar gue ceritain kenapa BDK gue anggep sebagai salah satu pilem horor lokal yang paling menyeramkan bahkan merupakan yang terbaik yang pernah di produksi sineas kita.
..................................
Storyline :
BDK menceritakan tragedi yang menimpa keluarga pemilik perkebunan di kampung Ciganyar. Lila ( Suzanna ) adalah puteri kandung sang juragan perkebunan ( Ami Priyono ). Malangnya, dia di benci oleh sang ibu tiri dan sering terlibat konflik dengan Dora ( Mieke Wijaya ), saudara tiri nya.
Lila kemudian memilih untuk pergi ke kota. Bertahun-tahun kemudian, Ketika Lila telah beranjak dewasa, dia kembali ke kampung halaman bersama suaminya ( Cliff Sangra ) untuk menjenguk sang ayah yang sakit-sakitan. Konflik lama dengan Dora pun kembali menyeruak. Dora yang kini telah mengambil alih kontrol perkebunan dan menjadi diktator-maniak di Ciganyar, berusaha dengan segala cara untuk menghabisi Lila. Dia akhirnya berhasil membunuh Lila yang saat itu tengah hamil tua dan menguburnya, namun penguburan itu gagal ketika tiba-tiba bayi Lila ternyata lahir di sana.
Sejak saat itulah, tersiar kabar di antara warga desa tentang arwah non Lila yang bergentayangan, kabar ini akhirnya sampai di telinga Dora..dan teror mulai menghinggapinya.
Review :
Warning! this review contains minor spoiler.
Kisah pilem ini diangkat dari komik Ganes TH berjudul 'Tangisan di Malam Kabut' ( pilem Suzzanna sebelumnya, 'Tuan Tanah Kedawung' pun diangkat dari komik berjudul sama yang juga merupakan karya Ganes TH ).
'Beranak dalam Kubur' konon juga sering dipentaskan kelompok sandiwara sunda Miss Tjitjih ( sebuah kelompok sandiwara yang eskis sejak taon 1928 dan sering mementaskan lakon bergenre horor legenda-lokal, seperti 'Beranak dalam Kubur', 'Si Manis Jembatan Ancol' atau 'Kuntilanak Waru Doyong'.) Gue berusaha mencari informasi tentang siapa yang lebih dulu mengangkat kisah ini, komiknya atau sandiwaranya kah? namun sayang, gue gagal mendapat info yang memadai.
Ketika tombol play di tekan, musik latar eerie khas horror jadul langsung menyergap dan ngasih tau kalo kisah yang hendak di ceritakan adalah sebuah kisah kelam nan tragis. Berikutnya yang menyita perhatian gue adalah setting perkebunan Ciganyar yang luas, rumah megah Dora beserta properti didalamnya dan desain baju yang dipakai tokoh-tokohnya. Semuanya sangat mendukung mood dan atmosfir yang hendak dicapai.
Mieke Wijaya sendiri 'mencuri' show dengan perannya sebagai Dora, penguasa desa Ciganyar yang kejam.
Menunggangi kuda, memakai seragam ala militer, sepatu lars, memegang cemeti, dan didukung struktur wajahnya yang terlihat selalu cemberut, Mieke Wijaya nampak sempurna berperan sebagai penindas lalim. Dominasi aktingnya menurut gue mampu menenggelamkan Suzanna yang tetap dengan peran generiknya : wanita baik hati lemah yang teraniaya. Mungkin ini satu-satunya pilem dimana lawan main Suzanna justru terlihat lebih seram dari dirinya.
Menyoal judul yang dipake, 'Beranak Dalam Kubur' ini sebenarnya salah satu hal yang bikin gue sedikit kecewa karena nggak ngedapetin display vulgar dari adegan Suzanna melahirkan bayinya didalam kubur ( bahkan tak ada kejelasan cerita lebih lanjut mengenai bayi yang dilahirkannya ) hehe. Menurut gue, judul asli komiknya 'Tangisan di Malam Kabut' jelas jauh lebih cocok buat pilem ini, yah okelah, mungkin ada pertimbangan marketing disana. Meski begitu, percayalah adegan penguburan mayat Lila disini tetap menyeramkan.
Disamping menampilkan beberapa adegan graphics seperti orang yang dililit puluhan ular atau bola mata yang dipatuki burung-burung, kekuatan utama pilem ini terletak pada narasinya.
Sutradara Awaludin dan co-director Ali Shahab tidak hanya sekedar sibuk menampilkan sebanyak mungkin wajah buruk dari kematian, namun juga fokus pada cerita, tone dan pembangunan atmosfir, lalu ketika nyampe pada momen yang dianggap tepat, dengan jitu mereka memilih untuk membidik psikologis penonton.
Hasilnya adalah teror yang merayap pelan dibawah kulit. Inilah salah satu keunggulan gaya narrative horror yang banyak di pake sinema horror era 70-90 an kita, tak ada visual-visual bombastis disana ( juga tak ada sekuen2 mengagetkan dengan trik curang yang menyebalkan itu ) , semuanya terasa sederhana saja. Tapi impact yang dihasilkan jauh lebih efektif dan membekas.
Coba cek bagaimana sutradara mampu mengubah suara tetesan air di wastafel menjadi terasa begitu menggelisahkan, atau baiklah gue mengaku kalo lambaian gaun putih dari balik jendela itu udah berhasil maksa gue mematikan pilem untuk sementara saking takutnya haha. Efek seramnya bahkan menjadi berlipat2 karena didukung musik latar nan eerie lengkap dengan efek kesiuran angin, lolongan serigala dan sesekali gemuruh petir.
Yang paling menarik ketika menonton kembali BDK adalah saat menyadari kalo cerita pilem ini sebenernya bukanlah sebuah kisah demonic-horor, namun lebih ke drama-tragedi.
Penulis skenario ( Sjumandjaja ) meminjam mitos mistis yang sering beredar di masyarakat, kemudian sutradara dengan cerdik mengeksekusinya dengan scare-tactics ala pilem horor.
Ini kejutan yang menyenangkan, terutama kalo nginget kebanyakan pilem horror lokal kita biasanya sangat predictable dengan menceritakan kemunculan hantu sebagai bangkitnya arwah dari dunia lain, untuk kemudian cukup mengakhirinya dengan kedatangan kiai dan lantunan ayat kursi. Yah, kalian akan mendapatkan twist disini.
Kalo diperhatikan lebih jauh, kisah pilem ini juga mampu menangkap dan memberi komentar sosial tentang kondisi psikologis masyarakat era represif awal orde baru yang terkesan tunduk dan tak berdaya menghadapi kediktatoran serta demikian mudah mengaitkan segala sesuatu dengan klenik mistis.
Gue menduga, kesuksesan pilem inilah yang membuka mata produser lain untuk memproduksi banyak sekali pilem horror bertema legenda urban yang dimulai pada awal 80-an dengan meledaknya 'Sundel Bolong'. Pilem ini pula yang menandai kehadiran almarhum Suzanna sebagai 'sang ratu' di jagad sinema horror lokal. Kita tau sebelum pilem ini, beliau lebih dikenal sebagai artis yang bermain di pilem2 drama dewasa. Hanya sayang, ( meski untungnya sangat menghibur dan memorabel ) pilem2 horror Suzanna berikutnya gue pikir nggak ada satupun yang mampu menyamai kualitas dari 'Beranak Dalam Kubur'. Mungkin kasusnya sama kaya gimana pada awal 2000-an kemaren 'Jelangkung' telah memicu gelombang horror yang sayangnya pula sebagian besar dari mereka diproduksi dengan effort minimal yang buat gue sama sekali tak menghibur ( kecuali mungkin untuk geng masokis 'Vividsm' ).
Overall, Ini adalah pilem horror terbaik Suzzanna, yang juga merupakan pilem horror terbaik yang pernah diproduksi sineas kita.
.......................................
Begitulah gue menjawab pertanyaan " pilem horror lokal apa yang menurut kamu paling serem ?" yang dilontarkan temen gue malam itu. Tak ada komentar dari temen-temen. Sunyi senyap. Krik krik. Mereka keliatan mengantuk dan tak peduli. Hingga akhirnya Tatang yang sepanjang gue ngoceh terlihat rakus menyantap mie ayam, melontarkan pertanyaan susulan..
" ada adegan telanjang nya nggak? "
Hai, aku mau ngasih tau aja kalau aku ngenominasiin blog ini buat Liebster-Sunshine Awards 2013. Kalau minat, bisa dicek di http://wp.me/p3IqGO-g7 :) Thanks dan salam kenal :)
ReplyDeleteWoi, bro, akun Twitter ente kok lenyap? Gue kirain udah gak eksis, iseng-iseng ngecek sini ternyata masih update. Ketinggalan gue.
ReplyDelete@Erlita : makasih udah ngenominasiin :) nanti akan gue coba jawab pertanyannya
ReplyDelete@anonymous : sori, bro. akun lenyap digondol jurig gegara sesajen kurang. udah bikin akun lagi, tp masih miskin followers, follow di @hrrskrpdwk, setiap apdet baru akan gue coba twit disitu..
sering banget mampir dan baca postingan di sini tapi baru komen sekarang, hehe... salam kenal :D
ReplyDeletesaya coba nginget2 lagi, pernah gak yaa nonton film yang ini.. tapi ga inget. kayanya film suzanna yang ini emang jarang diputer jadi ga terlalu populer juga ya? tapi abis baca postingan ini serius jadi penasaran banget sama filmnya, pengen nonton..
Blog paling menarik yg pernah gw baca!8 jempol
ReplyDeletekeren ending tulisannya,pertanyaan gue juga sama.
ReplyDelete