24 July 2013

THE FLY ( 1958 )

Storyline :

Apa yang terjadi dalam 'The Fly'  dimulai ketika pada suatu hari Francois Delambre ( Vincent Price ) mendapat telepon dari Helen ( adik iparnya  ). 

Helen mengaku, bahwa dia telah membunuh Andre ( suaminya ) di laboratorium kerjanya. Francois pun terkejut bukan kepalang, karena pasangan suami-istri yang sudah dikarunai seorang putera ( Phillip ) ini sebelumnya tidak pernah mempunyai masalah apapun.

Ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, Francois bersama inspektur Charas segera melakukan investigasi. Hal yang membuat mereka bingung adalah, ekspresi Helen terlihat tidak terlalu berduka. Dia bahkan mampu menceritakan kronologi pembunuhan suaminya dengan tenang. Inspektur Charas langsung menyimpulkan kalo Helen telah menjadi gila. Namun, Francois tak percaya itu. Dia yakin ada yang disembunyikan pada kasus ini, terutama karena Helen sering bertingkah aneh ketika melihat seekor lalat.

Pada suatu hari, putera Helen ( Phillip ), bercerita pada Francois kalo ibunya memang sedang mencari seekor lalat. Bukan sembarang lalat, yang dicarinya adalah seekor lalat berkepala putih dan berkaki aneh.

Lalat berkepala putih dan berkaki aneh??

Demi bisa menguak misteri ini, Francois berpura-pura telah menangkap 'lalat berkepala putih' itu dan akan memberikannya kepada Helen, asalkan dia mau menceritakan penyebab kenapa pembunuhan itu bisa terjadi.

Helen setuju. Dan dia mulai menceritakan kisah mengerikannya.....

Flashback.


Review 



The Fly ( disutradari oleh Kurt Neumann ) adalah adaptasi dari sebuah cerpen karya George Langelaan yang di publikasikan di majalah Playboy setahun sebelum filmnya rilis. Ini sebenernya membuat gue sedikit mengerutkan jidat, maksudnya, majalah Playboy jadul menyediakan rubrik khusus buat cerpen2 horror-scifi gitu?

Jika kalian tertarik membaca versi cerpennya, silahkan klik link di bawah ini : http://alancook.wordpress.com/tag/the-fly-by-george-langelaan/ 

Apapun itu, hasil 'ngelamun' Langelaan cukup menarik, juga menghibur. hehe.

Premisnya  sederhana saja : kecelakaan-eksperimen-laboratorium.


Suami Helen, Andre adalah seorang ilmuwan yang sedang menyelesaikan sebuah penemuan besar yang dia beri nama : transporter. Itu adalah sebuah alat teleportasi dimana Andre bermimpi bisa memindahkan suatu obyek dengan cara memecah struktur atomnya, lalu menggabungkan kembali pecahan atom tersebut menjadi bentuk utuh seperti semula di tempat lain.  Nah, kecelakaan terjadi ketika dia sedang menguji-coba alat itu dengan menteleportasikan dirinya sendiri. Tanpa diduga, ternyata seekor lalat ikut masuk ke dalam alat transporter tersebut. Hasilnya sungguh menyeramkan, atom2 Andre dan atom2 lalat itu tercampur yang akhirnya malah menghasilkan 2 makhluk hybrid. Andre dengan kepala dan lengan seekor lalat, dan lalat dengan kepala dan kaki David!

...................

Di era 50-an, dimana semua jenis serangga dan hewan akan dengan mudah menjadi monster-mutan tiap kali dia dijadiin eksperimen, wajar kalo gue mengira ini juga akan menjadi film scifi eksploitasi yang hilariously-awful dimana nantinya makhluk hybrid setengah manusia -setengah lalat ini akan mengamuk dan meneror kota, nyaplokin orang-orang, abis itu akan ada sepasukan tentara dengan tank dan pesawat tempur nembakin monster ini. Sang monster meledak. The End. Gue pun tidur dengan damai.

Tapi, ( seperti halnya ketika nonton Forbidden Planet ), sekali lagi perkiraan gue salah. Ini sekaligus ngebuktiin kalo anggapan gue pada film scifi monster 50-an terlalu general. Alias sebenernya masih ada banyak scifi-horror di era itu yang nggak ikut arus membuat sebuah cheap-monster-exploitation.

Seperti yang udah gue ceritain pada storyline diatas, awalnya penonton dibawa pada sebuah misteri-pembunuhan yang terasa  suspenseful. Lalu ketika flashback bergulir, dimana Helen mulai menceritakan kronologi pembunuhannya, suspense itu berubah menjadi thriller.


Andre, ( yang tidak bisa berbicara karena kepalanya sudah berubah menjadi kepala lalat ) mencoba menyembunyikan horor yang menimpanya pada Helen dengan menutupi kepalanya dengan kerudung. Hingga menjelang akhir, Helen tidak mengerti apa yang sebenarnya menimpa suaminya. Kenapa dia menutupi kepalanya dan tak berbicara? kenapa suaminya menyuruh dia menangkap lalat berkepala putih? Interaksi keduanya pun terjadi tanpa dialog, hanya menggunakan ketukan di meja, atau tulisan di secarik kertas. Pada momen ini, film menjadi terasa mencekam dan penonton yang sebenarnya udah mulai bisa menerka apa yang terjadi, dibuat tetap mengantisipasi kejadian berikutnya.

So, alih-alih sebuah film monster-exploitation, The Fly justru memilih untuk menjadi horror-thriller dengan elemen suspense dan  drama didalamnya. Kalo boleh dibandingin, ini lebih kerasa kaya apa yang sering ditawarin Edgar Allan Poe dalam kisah2 horrornya. Artinya kamu nggak akan melihat muncratan darah berlimpah, organ-organ tubuh yang beterbangan, body-count dalam jumlah massif, atau penampakan monster yang sangat detail. Cerita digulirkan dari sudut pandang protagonis kita  ( yang tidak tahu apa yang terjadi ) untuk mengajak audiens nya ikut merasa penasaran, gelisah, tercekam, dan mengantisipasi. Dengan ini, ketika akhirnya pada titik klimaks horror itu tampil, kengerian yang dihasilkan diharapkan tidak hanya terasa dipermukaan, namun mampu menyelinap di bawah kulit. menggigit dan meninggalkan bekas disana.

Beruntung, The Fly mempunyai deretan cast kompeten untuk mendukung script yang udah terstruktur rapi didalamnya. Semuanya tampil cukup untuk kebutuhan film.  Namun, Kevin Price ( Francois ) berhasil mencuri perhatian, meski perannya nggak terlalu sentral disini. Browsing sana sini ternyata do'i emang salah satu aktor idola untuk genre horror era itu.


Kurt Neumann 'The Fly' juga punya adegan creepy-unsettling ( atau mungkin malah silly-cheesy, tergantung gimana selera kamu hehe ) yang dikenal dengan adegan " help mee..help meee, please ". Gue tidak ingin terlalu banyak memberikan spoiler, tapi bisa gue bayangin adegan itu pastinya sangat menghantui dan membekas di benak penonton ( pada era itu ) untuk jangka waktu yang lama. silahkan kalian cari sendiri adegan itu hehe

Spesial-efeknya sendiri bisa gue bilang cukup aje. Tidak over-the-top tidak pula keterlaluan konyol. Adegan Helene menjerit ditampilkan dalam satu frame berisi multiple-images untuk mengesankan sudut pandang seekor lalat , cukup kreatif ( tapi, emang gitu ya sudut pandang lalat?? ). Ngomongin adegan ini, konon aktris pemerannya ( Patricia Owens ) emang beneran takut ama serangga ( termasuk lalat ), dan demi mendapat reaksi jujur, sepanjang syuting sutradara sengaja menyembunyikan make-up kepala lalat yang dipake aktor David Hedison, dia baru nunjukin make-up itu ketika tiba waktunya pengambilan gambar adegan menjerit haha.


Gue ngebayangin sutradaranya ngomong gini sebelum nunjukin make-up kepala lalat itu,  
" Patricia,.peek a boooo! "

ternyata ekspresinya sama kaya pas cewe gue dulu denger kalimat '..tadi dimasukin di dalam'
Sementara itu, 'lubang-plot' yang bertebaran tidak terlalu merisaukan gue, tapi satu hal yang paling membuat gue kecewa adalah bagian konklusi akhir ceritanya, itu kaya terlalu di buat-buat, terlalu main aman agar bisa memenuhi selera kebanyakan penonton. Bukan apa-apa, kalo gue baca versi cerpennya, dia punya ending yang sangat creepy. Nah, kalooo aja ini dibuat seperti itu,  gue jamin The Fly akan meninggalkan impresi berlipat kali lebih kuat.

Tapi apapun, film ini nyatanya menuai sukses besar. 
Dengan ide cerita yang orisinil, script rapi, dan tempo yang terjaga, The Fly dengan percaya diri berani berdiri terpisah dengan barisan monster-exploitation lainnya di era itu dan menjadi salah satu film horror-thriller-scifi memorable yang influental.  
Malang, Kurt Neumann tak pernah mengetahui dan menikmati hasil kerjanya, karena sebulan setelah tayang perdana, beliau keburu meninggal karena sakit. 

RIP Neumann.

RATING:

( ++ Dipostingan berikutnya, gue akan ngereview salah satu film horror-scifi paling keren sepanjang masa yang merupakan remake dari film ini, ( DAVID CRONENBERG 'THE FLY' ( 1986 ) )

2 comments:

  1. minal aidzin wal faidzin bang..hehe dan ditunggu review spesial edisi lebarannya..

    ReplyDelete
  2. @shaddow : sama sama bro hehe udah ada tuh reviewnya :)

    ReplyDelete