31 March 2017

Mengenang Sinema Erotika Lokal 90an dan Perbincangan Bersama Azzam ( sutradara 'Pendakian Birahi' )

Buat kalian penggemar film yang besar di era 90-an, pasti akrab dengan nama-nama Malfin Shayna, Febby Lawrence, Cindy Windhyana, Sally Marcellina, Reynaldi atau Ibra Azhari.  Ya, mereka adalah artis-artis panas dari begitu banyak film-film erotis murahan yang lahir dan memenuhi bisokop di era itu. Itu masa kegelapan sinema-lokal menurut gue, bukan..bukan karena genre ini lebih buruk dari genre lainnya, tapi karena saat itu penonton nyaris tak punya pilihan. Oma Irama, Warkop DKI, Barry Prima, dan Suzzanna masih nongol di awal-awal 90an, tapi mulai pertengahan sampai setelahnya, hampir semua produksi film lokal adalah film dari jenis sexploitation ini. 

Penyebab situasi ini kalo menurut gue adalah karena kalah saingnya bioskop dengan program TV swasta ( yang saat itu sedang booming dan banyak menayangkan film barat berkualitas ) serta kemunculan VCD player ( dan rentalnya ) yang berhasil menawarkan alternatif hiburan rakyat.  Ketika bisokop menjadi sepi ( terutama jika dibandingkan era 80an ), alih-alih mengimbangi tantangan itu dengan produksi inovatif dan berkualitas, rumah produksi malah dengan putus asa mencoba merayu penonton lewat jalan pintas :  membuat film erotis. Sayangnya, hasil akhir film-film yang dibuat dengan dana cekak itu sungguh bertolak belakang dengan poster dan judulnya yang sangat menggiurkan. Ini membuat keadaan semakin buruk dan bioskop rakyat pun berada di senjakalanya. 

Cerita nggak jelas, akting buruk, dialog bodoh, serta adegan yang sebenernya dimaksudkan menjadi sensual namun jatohnya malah menyedihkan adalah beberapa ciri dari film erotis lokal yang gue inget di era ini. Sementara itu, gunting sensor membuat film hanya tinggal berdurasi sekitar 50 menit saja dan membuat ini semakin menjengkelkan, terutama untuk bocah pre-teen dengan libido dan rasa penasaran yang sedang tinggi-tingginya haha. 

Nah, sekitar 3 minggu yang lalu, di sebuah event ( Layar Tancep Indie ) gelarannya @WRstore yang saat itu mencapai edisinya yang ke 9, di tayangkan sebuah film dengan judul yang sangat menggelitik : "Pendakian Birahi" haha ini langsung membuat ingatan gue kembali ke era 'Ranjang Yang Ternoda', 'Gairah di Puncak', 'Kenikmatan Tabu' serta 'Nafsu Liar' yang gue ceritain di atas. 

Selidik punya selidik, itu adalah sebuah film indie bikinannya si Azzam ( doi juga mengelola sebuah blog yang khusus mengulas film-film low-budget underrated lokal, terutama yang disutradarai Nayato! cek blognya di tabunggaselpiji ). Dan konon, 'Pendakian Birahi' adalah sebuah homage untuk film film cheap-sexploitation lokal era 90an. Nah ini membuat gue penasaran, apa menariknya film erotis lokal 90an sampe harus dibuat homage? 

Jadi gue langsung sepik-sepik ama sutradaranya ( Azzam ), berharap bisa dicariin jalan untuk menonton filmnya, Dan voila! kecanggihan internet membuat segalanya menjadi mungkin, meski alangkah lebih mengasyikannya kalo saja gue bisa nonton ini rame-rame langsung di acara screeningnya hehe. However, thanks Azzam! 

Berikut sinopsis singkat film pendek ( berdurasi 12 menit ) ini : 

'Pendakian Birahi' bercerita tentang Mara ( Diperankan oleh Yurinda Anggun P. ) yang sedang sangat membutuhkan uang untuk biaya operasi ibunya dirumah sakit. Diliputi kegalauan, Mara akhirnya memutuskan untuk mendapatkannya dengan jalan pintas : melayani nafsu pria hidung belang di sebuah hostel. Tanpa Mara sadari, hostel itu ternyata memiliki rahasia mengerikan yang membuat Mara harus berhadapan dengan psikopat-mesum-bejad!  

Nah, ternyata berbeda dengan pengalaman masa kecil gue dengan film2 jenis ini yang rata-rata berakhir dengan kekecewaan, menonton film garapan Azzam ini terasa sangat fun ( terutama sensualitas awkwardnya haha ) dan bahkan berhasil ngasih shock-value di bagian lainnya. Build up karakter, cerita dan tensinya cukup berhasil meski hanya menggunakan percakapan di handphone, sementara itu balutan musik jazz lembut khas 90an garapan Aditya Saputra akan membuat kalian cengar-cengir sendiri karena teringat adegan Anne J. Coto yang sedang memelorotkan tali beha. Haha crazy fun! Gue duga ini mungkin karena gue bisa merasakan passion dan semangat bersenang-senang Azzam, juga mungkin karena mindset menonton yang berbeda dengan saat gue kecil dulu haha. 

Satu hal positif lain yang ditularkan Azzam lewat 'Pendakian Birahi' adalah bagaimana dia sukses membuat gue iri untuk segera membuat film pendek juga. Berbeda dengan Azzam, film pendek gue bakal berisi monster berlendir, prostetik dan darah! hmmm..segera! 

Baiklah..cukup prolognya, sekarang kita langsung simak obrolan ngalor ngidul gue dengan Azzam seputar filmnya, sinema trash lokal, dan Nayato!


HSD : Pertama, selamat atas dirilisnya film kalian 'Pendakian Birahi' ( PB ) di event Layar Tancep Indie WR. Apa ini film pertama lu? Ceritain gimana lu bisa terbersit ide untuk membuat film ini dan hell yeah, gimana rasanya membuat film sendiri? Hehe 

Azzam : Terima kasih banyak! Sebelumnya gue udah pernah bikin beberapa film pendek, tapi mostly buat tugas kampus. Tapi bisa gue bilang kalau Pendakian Birahi adalah film pendek pertama yang “gue banget”. Ini film yang udah lama banget pengen gue bikin. Awalnya cuma kepikiran doang buat bikin film homage seksploitasi 90an lokal dan sempet ngobrol sama salah satu temen gue (yang juga jadi produser film ini, Timo Sidin). Obrolan ini sebenarnya sudah dari bulan Oktober tahun 2015. Tapi baru sempat direalisasikan menjelang pertengahan tahun 2016. Menyenangkan rasanya bisa bikin sesuatu yang sesuai dengan keinginan gue hehe. 

HSD : Terima kasih udah diberi kesempatan nonton PB, meskipun tidak secara langsung di acara hehe. Jujur aje, itu keren dan 'Pendakian Birahi' ngasih apa yang gue harepin dari sebuah cheap-sexploitation. Sensualitas murahan ama kekerasan konyol hehe. Dan malahan kalo diinget-inget ini lebih fun ( dan berhasil ngasih shock value ) daripada apa yang dulu gue liat langsung di bioskop era 90-an, penyebabnya apalagi kalo bukan gunting sensor keterlaluan yang membuat pengalaman gue dengan film2 erotis 90-an hanya berisi kekecewaan.  

Nah, gue tau lu nyoba membuat homage untuk film2 lokal di era itu ( meskipun gue juga ngerasa ada sedikit pengaruh film eksploitasi barat 70-an dan sinema HKCat III ) , bisa diceritain apa yang paling menarik dari sinema sexploitation lokal era 90-an, dan secara spesifik judul mana yang paling menginspirasi lu baik dari segi cerita atau visual style saat membuat 'PB'?  

Azzam : Wadaw terima kasih banyak sekali lagi! Niat gue dari awal ketika menggarap film ini memang ingin nonjolin kesan murahan dan absurd yang biasa lo temuin di film-film erotika 90an lokal. Di PB, lo bisa dapetin kesan-kesan itu lewat adegan-adegan macem perempuan striptease dengan gerakan yang terlihat awkward sampai pria yang mandi sambil masih mengenakan celana panjang hahaha. Kalau dibilang secara spesifik, memang bener bahwa ada sedikit pengaruh dari sinema HKCat III, tapi mungkin film yang paling jadi inspirasi buat Pendakian Birahi itu filmnya Steady Rimba berjudul Penyimpangan Sex (1996). Oh, dan gue juga sebenernya rada kepengen film gue level awkwardness-nya bisa setara sama salah satu film slasher kelas B jadul berjudul The Last Slumber Party (Stephen Tyler, 1988), tapi buat sekarang hasil akhir film PB udah cukup memuaskan buat gue hehe. 

HSD : Darimana datangnya ide adegan blowjob pake piso itu? that's sick! haha 

Azzam : Dari mana ya? Pengaruh keseringan nonton film-film eskploitasi atau pinku eiga kaya Lolita Vibrator Torture kali ya hahaha. Tapi waktu itu kepikiran aja gitu dan gue langsung mikir dalem hati, “gue musti bikin film yang ada adegan oral sex pake pisau” hahaha. Di bayangan gue terlihat fun gitu soalnya kalau beneran bisa divisualisasikan ke dalam bentuk film (ngga buat dilakuin beneran ke orang kok hehe). 

HSD :  Menurut gue salah satu ciri film sexploitation era 90an adalah dialognya yang sangat cheesy, dalam 'Pendakian Birahi', kenapa nyaris nggak ada dialog? hehe 

Azzam : Dari awal ketika mengembangkan skrip Pendakian Birahi, gue emang pengen bikin film ini cenderung minim dialog. Fokus gue bener-bener ke adegan-adegan kekerasan dan gimana caranya bikin tampilan visual filmnya berasa 90an banget. Bahkan awalnya film ini mau dibikin tanpa dialog sama sekali, tapi salah satu temen gue yang baca script-nya bilang ada baiknya menaruh beberapa dialog di filmnya. Setelah dipertimbangkan, gue setuju haha.  


HSD : Ceritain gimana proses pembuatan dan peralatan yang kalian pakai saat membuatnya? berapa lama sutingnya? gimana kalian menyiasati budget? apakah ada kendala? dan bagian mana yang paling menyenangkan? 

Azzam : Film kami ini luar biasa sederhana. Produksinya gerilya dengan peralatan syuting kecil-kecilan serta dana produksi yang luar biasa minim. Kita syuting cuma memakan waktu satu hari di sebuah hotel di daerah Pasar Minggu. Yang paling menyenangkan sih ya waktu bagian darah-darahannya. Talent perempuannya sampai sempet beneran muntah karena harus berkali-kali menampung fake blood di mulutnya. Tapi seterusnya syuting berjalan lancar dan menyenangkan sih haha. 

HSD : Ah ya! Kudos buat talent cewenya. Gimana kalian ngeyakinin dia buat mau terlibat di film ini? hehe  

Azzam : Wah Anggi, talent cewe kami, memang warbiyasa. Dia kooperatif sekali dan bahkan sangat membantu saat proses syuting. Dari awal saya dan Timo meeting bersama Anggi, dia langsung menyetujui untuk mengambil peran utama di film pendek sampah kami hahaha. Dia sangat mudah diajak bekerja sama dan orangnya juga ngga ribet haha, bahkan sempet ngasih beberapa usul yang berguna sewaktu di lapangan. Menyenangkan bisa bekerja sama dengan Anggi, meskipun harus memaksa dia untuk syuting sampai dini hari dengan badan penuh darah hahaha. 

HSD : Dan oiya, musiknya keren banget, hahaha itu si Adit ( Aditya Saputra ) ya yang bikin? bisa diceritain dikit mengenai pembuatan musiknya? hehe  

Azzam : Yoi Mas Adit emang keren pisan dah. Waktu itu pertama kali ketemu Mas Adit di PopCon dan ngobrol-ngobrol ama Mas Adit di sana (karena gue pribadi penggemar karya-karyanya Mas Adit). Kemudian gue sama Timo nawarin Mas Adit buat bantuin ngisi scoring film PB. Mas Adit setuju. Selanjutnya gue sama Mas Adit ngobrol via e-mail. Gue langsung ngirimin file film serta guide buat ngisi musik sesuai dengan yang gue pengen. Waktu itu gue kasih referensi scoring musik dari film Hukuman Zinah (Emil G. Hampp, 1996), Wanita Berdarah Dingin (Tommy Burnama, 1994), dan Sex & Kriminal (Walmer Sitohang, 1996). Hasilnya jadi keren mampus hahaha. 

HSD : Zam, misalnye lu gue kasih budget 100M dan gue kasih kebebasan untuk membuat sebuah film, kira-kira film seperti apa bakal lu buat? ceritanya gimana dan siapa yang bakal lo casting?

Azzam : Wah, gue bakal bikin film horor kaya gimane pun asal bareng Nayato Fio Nuala. Anjay itu orang jenius mampus. Kalau misalnya Wong Kar Wai nikah ama Kanti Shah atau Harinam Singh (para filmmaker horor India kelas D) terus punya anak yang gede di era 90an di Indonesia, gue yakin anak itu namanya Yato Fio Nuala, atau yang kita kenal sekarang: Nayato Fio Nuala. Gue bakal ngelakuin apa aja buat bisa bikin film bareng dia. Kalau misalnya gue punya budget dan Nayato mau kerja bareng gue, gue kepikiran mau bikin film Pocong from Outer Space sih. Klenik-Sci-fi. 


HSD : Pocong dari ruang angkasa itu kereeen banget hhaha ayolah bikiin wkwk. Oiya btw, apa lu punya bayangan kalo film semacam itu suatu saat bisa diputer di 21 dan meraih box-office ? atau lu udah ngerasa cukup seneng dgn diputer di event/komunitas kecil atau bisokop grindhouse ( misalnya ) ? 

Azzam : Hahaha kalo ada duitnya sih mau banget bikin! Emang susah sih sebenernya ngeliat apakah ada pangsa pasar buat penggemar film-film kelas B dalam jumlah besar di Indonesia. Atau memang belum ada ya? Kurang tau juga sih. Mungkin karena selama ini belum ada atau jarang yang mencoba untuk secara sadar menggarap film-film horor kelas B murahan seperti Yoshihiro Nishimura, Mark Polonia atau Llyod Kaufman. Di sini kalau film jelek ya jelek yang generic aja, jarang yang bener-bener eskploitatif, atau yang brainless splatter fun gitu atau yang bizarre sekalian. Paling kalaupun ada film-film horor Indonesia yang jeleknya “beda” ya bisa diitung jari dan gue juga gak tau apa mereka bikin itu secara sadar, emang punya taste yang buruk tapi luar biasa naif dan malah ngerasa udah keren, atau lagi ngalamin bad acid trip haha. Kaya Tumbal 97 (temen gue ampe bilang filmnya udah kaya film horor absurd Jepang), 13 Cara Memanggil Setan, Affair (gue selalu bilang ini film arthouse untuk masyarakat kelas bawah, emang cuma kelas menengah atau hipster doang yang bisa nikmatin film-film surreal nan artsy lol), atau Cyin, Tetangga Gue Kuntilanak. 

Gue yakin ada yang bisa nikmatin film-film kelas B sampah di sini, cuma gue beneran belum punya bayangan apakah film-film kaya gitu bisa diterima oleh masyarakat banyak kalo diputar di jaringan bioskop-bioskop konvensional. Mungkin so far yang paling berhasil ya kaya film Azrax haha. Kalau di event/komunitas kecil atau bioskop grindhouse (misalnya) gue rasa itu memang merupakan pilihan yang paling aman buat naruh film-film yang nyeleneh dan absurd kaya gitu hahaha. 

HSD : 'Pendakian Birahi' sudah diputer di event Layar Tancep Indie WR, gimana respon penontonnya? hehe dan oiya, mungkin kamu bisa sedikit cerita apa itu Layar Tancep Indie? 

Azzam : Layar Tancap Indie adalah wadah yang disediakan oleh WR Store untuk yang ingin menyaksikan film-film yang sulit ditemui, jenis-jenis film yang mungkin jarang kalian tonton, dan memberikan pengalaman menonton yang berbeda dari biasanya. Dulu pernah nayangin film aksi kelas B jadul dari Turki, terus juga film zombie murahan dari Jepang, dan terakhir Layar Tancap Indie sempat menayangkan film produksi Nigeria.  Respon penonton saat nonton PB luar biasa. Meriah. Pada beberapa bagian, penonton tertawa terbahak-bahak. Gue mendapati respon yang actually emang gua harapkan saat membesut PB. Dan gue seneng luar biasa. 

suasana screening 'Pendakian Birahi' di Layar Tancep Indie.
  
HSD : Asik ye hehe nah, untuk kedepannya, ada proyek film apalagi nih Zam? 

Azzam : Ada beberapa skrip yang udah jadi tapi belum sempet buat direalisasiin (aka belom punya duit dan waktu buat syuting). Ada satu film pendek horor/mistis yang gue pengen banget bisa dibintangi Titin Kharisma. Gue juga pengen bikin film pendek yang judulnya “Pocong Kesurupan Hitler” tapi belom sempet aja haha. Mudah-mudahan bisa digarap dalam waktu dekat. Doakan saja. 

HSD : Waduh, apaan lagi nih pocong fasis haha. Oiya, Gimana lu melihat film lu sendiri? apa udah puas? kalo belum, bagian mana yang pengen lu perbaiki? 

Azzam : Hmm, memang masih ada beberapa kekurangan di film PB, tapi tetep bersyukur bisa menggarap sebuah film yang sesuai dengan apa yang gue inginkan dari A-Z meskipun dengan produksi seadanya. Mungkin kalau ada bagian yang pengen gue perbaikin, hmm, sound-nya kali ya. Hahaha. 

HSD : 5 film horor/eksploitasi/ trash lokal ( boleh era 90-an boleh bukan ) terbaik versi lu, please 

Azzam : Cuma 5 ya? Wadaw hahaha.  

Kalau ditanya yang berada di urutan teratas film horor terfavorit gue sepanjang masa bisa gue bilang Kairo (Kiyoshi Kurosawa, 2001) ya. 

Film horor lokal terfavorit gue pastinya Affair (Nayato Fio Nuala, 2010). Film itu udah gue tonton ribuan kali, gue sampai hapal semua dialognya. Affair adalah sebuah bentuk film slasher yang hanya bisa lahir dari tangan seorang Nayato. 

Film horor/trash jadul terfavorit gue kayanya The Last Slumber Party (Stephen Tyler, 1988). Eh gue bingung, antara film itu atau Hausu (Nobuhiko Obayashi, 1977) haha. Pilihannya cuma 5 soalnya. Tapi Hausu juga ga bisa dibilang trash ya. Hausu itu masterpiece hahaha. 

Film horor underground terfavorit gue Snuff 102 (Mariano Peralta, 2007)

Film panas 90an lokal terfavorit gue Hukuman Zinah (Emil G. Hampp, 1996). Menghibur dari awal sampai akhir film. 

HSD : Buset, 'Affair' sampe hafal dialognya zam? haha ngomongin Nayato, apa yang membuat lu berfikir kalo beliau itu jenius dan bagaimana dengan KK Dheeraj?

Azzam : Seperti yang gue bilang sebelumnya, nonton film horor Nayato itu bikin gue ngerasa kalau sebenarnya Nayato itu anak hasil perkawinan Wong Kar Wai dan Harinam Singh hahah. Sebenernya alasan gue suka Nayato karena soal selera kali ya, jadi gue luar biasa subjektif kalau ngomongin Nayato. Tapi harus gue akui Nayato adalah filmmaker yang sadar sepenuhnya tentang pasar film lokal dan tahu setiap filmnya mau dilempar ke pangsa pasar yang mana. Lo bisa liat perbedaannya ketika dia bikin film horor-komedi super murah dengan film horor atau genre lain garapannya dia kalau lagi dibikin agak niat. Dari segi pengemasan keseluruhan film, promosi, deretan pemain, sampai desain poster, bakalan keliatan bedanya. Nayato tau kapan harus bikin film untuk penonton yang hanya ke bioskop untuk rekreasi (biasanya datang tanpa membawa referensi apa-apa) atau buat penonton yang emang niat datang ke bioskop.  

Dengan penyiasatan budget sehemat mungkin, Nayato masih dapat merampungkan film-filmnya dengan hasil akhir yang memikat secara visual. Kadang gue ngerasa Nayato rada self-indulgent sih, walaupun bikin film sesuai dengan permintaan produser atau selera pasar, tapi kadang Nayato menyajikannya dengan caranya sendiri, seenak jidatnya sesuai dengan yang dia mau hahaha. 

Dan Nayato selalu bisa bikin sesuatu yang terlihat biasa jadi Nayato banget. Tabung gas elpiji 3 kg, durian, setan jatuh, bokeh. Belum lagi Nayato nyiptain dedemit-dedemit hybrid yang beragam kaya Pocong Kepala Buntung, Hantu Jeruk Purut yang Perawan, Pocong Ngesot. Dia juga bikin banyak sosok-sosok antagonis di film-film horor/thriller-nya luar biasa iconic; kaya pengantin gila bawa-bawa bambu runcing di Pengantin Pantai Biru, atau sekretaris binal di film Sang Sekretaris. Hail Nayato! Sebenernya banyak lagi sih alasan kenapa gue bisa kagum banget ama Nayato (selain karena taste film gue yang luar biasa buruk ya hahaha), tapi takut kepanjangan tar jadi satu buku sendiri jadi disudahi sampai di sini saja trims. 

Kalo KK Dheeraj gue ga bisa ngomong banyak sih, tapi memang ada beberapa filmnya dia yang memorable banget, kaya Rintihan Kuntilanak Perawan (karena faktor Terra Patrick) atau Genderuwo (film pertamanya KK Dheeraj yang gue yakin syutingnya pake Nokia 6300). 

Azzam sedang memberikan pembekalan mental dan keimanan sebelum film diputar

HSD :  Terakhir, yang baca interview ini kemungkinan bakal penasaran ama film lu. so, buat yang kemaren kelewatan acara Layar Tancep Indie nya WR, gimana nih kalo pengen nonton film lu? PB udah disubmit kemana aja dan dimana lagi kira-kira film lu akan ditayangkan 

Azzam : Film PB lagi kita coba submit ke beberapa festival luar negeri. Gak tau deh bakal keterima apa ngga haha. Niatnya supaya orang-orang luar punya gambaran soal gimana absurdnya film-film erotika Indonesia di era 90an. Gue juga sempet ada omongan dengan pihak WR untuk merilis bentuk fisik dari film PB, jadi kalau terlaksana, mungkin bisa nonton film PB dari sana. Dan kalau ada kesempatan untuk submit film PB ke festival-festival lokal, nanti bakal gue kabarin lewat akun twitter gue di :@azzamkalakazam hehe.  

HSD : Terima Kasih sudah meluangkan waktunya, keep up the good work! Kata-kata terakhir buat pembaca blog HSD 

Azzam : Thank you ateng makan kayu! Semoga kalian semua panjang umur dan sehat selalu. 

.................................................

Nah, demikianlah pemirsa, obrolan asik ini disudahi bersamaan dengan gerimis yang mulai jatuh, layar tancep pun menghentikan pertunjukannya dan penonton segera membubarkan diri. Oiya, Yang mau sepik-sepik sama mas sutradaranya atau berminat jadi produser filmnya, bisa  langsung mengontak dia di akun twitter yang sudah di sebutin diatas. 

Oke, Ciao!

7 comments:

  1. Ada rencana buat diputer di jogja ga ya? Penasaran berat nich.

    btw, Ditunggu film monsternya pak!

    Oh sama sukses dengan pocong hitlernya!

    Viva film B Endonesa!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Heheh langsung sepik sepik aje ke sutradaranya bang alzein biar diputer di jogja

      siiiiippp

      Delete
  2. ngakak kampret, baca tulisan ini bikin gue lebih open minded dan lebih 'nrimo' karya2 si nayato hahaha

    ngomong2 soal film eksploitasi, gue rekomen website donlot kumpulan film2 eksploitasi yang keren abis, bahkan web itu punya tagline "Rare exploitation movies for free" (web ini tempat gue donlot black devil doll lolol)
    silahkan cek langsung>> http://wipfilms.net/
    lumayan buat nambah2 referensi, dan siapa tau blog ini jadi makin produktif :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. wipfilms.net woow..gilee serasa di surga hehee thanks rekomennya masbroooo

      Delete
  3. Denger" next time di WR store bakal muterin film pocong hiu tuh

    ReplyDelete
  4. Oh iya untuk mas ringo kalau mampir ke WR store berkabar dong asli gw ngebet bgt mau ngobrol bareng hahaha thx for saving my life dari film" roman picisan . hail anti cgi!

    ReplyDelete